Juri di Pengadilan: Menilai Dampak Desain Ruang Sidang dan Ideologi Juri terhadap Persepsi Bersalah Terdakwa

Juri di Pengadilan: Menilai Dampak Desain Ruang Sidang dan Ideologi Juri terhadap Persepsi Bersalah Terdakwa

ABSTRAK
Studi ini meneliti bagaimana desain ruang sidang dan sikap ideologis juri memengaruhi persepsi bersalah dan hukuman. Hipotesisnya adalah bahwa terdakwa di ruang sidang yang aman akan dianggap lebih mungkin bersalah dan menerima hukuman yang lebih berat daripada mereka yang berada di meja pengacara, dengan sikap ideologis yang lebih kuat meningkatkan kemungkinan bersalah. Dalam desain antar-subjek, 556 peserta meninjau sketsa ruang sidang dan ringkasan kasus, kemudian menilai rasa bersalah dan hukuman. Terdakwa di ruang sidang yang aman lebih sering dianggap bersalah, dan sikap ideologis sebagian memengaruhi penilaian. Temuan tersebut menyoroti perlunya intervensi untuk mengurangi bias dalam proses hukum dan menginformasikan kebijakan tentang desain ruang sidang.

Juri dipercayakan dengan tanggung jawab penting untuk menilai bukti secara tidak memihak dan memberikan vonis dalam proses pidana. Di Inggris dan Wales, sementara juri mengadili kurang dari 1% kasus pidana, kejadian ini biasanya melibatkan pelanggaran paling serius dengan konsekuensi potensial yang besar bagi terdakwa (Thomas 2010 ). Prinsip dasar dari pengadilan yang adil menuntut agar terdakwa menerima persidangan yang adil, dengan segala bentuk bias yang berpotensi membahayakan integritas proses peradilan (Curley et al. 2022 ). Meskipun pentingnya imparsialitas, berbagai faktor dapat memengaruhi pengambilan keputusan juri. Penelitian semakin mengeksplorasi sumber bias potensial yang dapat memengaruhi vonis juri, dengan mengakui implikasi mendalam dari potensi kesalahan dalam hasil peradilan. Sementara penelitian empiris tentang pengambilan keputusan juri di Inggris dan Wales masih terbatas, memahami potensi pengaruh pada persepsi juri sangat penting untuk menjaga integritas sistem hukum.

1 Pengaruh Ideologi terhadap Pengambilan Keputusan Juri
Memahami bagaimana sikap ideologis individu dapat memengaruhi pengambilan keputusan hukum memberikan wawasan penting tentang potensi sumber bias. Studi ini meneliti tiga dimensi ideologis utama: otoritarianisme sayap kanan, orientasi dominasi sosial, dan kepercayaan pada dunia yang adil. Otoritarianisme sayap kanan dicirikan oleh kepatuhan yang kuat terhadap norma-norma sosial yang mapan, penghormatan terhadap otoritas yang dipersepsikan, dan penolakan terhadap perubahan sosial. Individu dengan skor tinggi pada dimensi ini biasanya menunjukkan dukungan yang lebih besar terhadap struktur hierarkis tradisional dan mungkin lebih cenderung memandang penyimpangan dari norma-norma sosial sebagai sesuatu yang mengancam (Altemeyer 1981 ). Dalam konteks peradilan, hal ini mungkin terwujud sebagai kecenderungan terhadap putusan yang lebih menghukum.

Orientasi dominasi sosial mencerminkan preferensi individu terhadap struktur sosial hierarkis dan penerimaan ketidaksetaraan berbasis kelompok. Individu dengan skor tinggi pada dimensi ini cenderung mendukung sistem yang mempertahankan hierarki sosial yang ada dan mungkin lebih cenderung memandang terdakwa melalui lensa stratifikasi sosial (Sidanius dan Pratto 1999 ). Kepercayaan pada dunia yang adil mewakili kecenderungan psikologis untuk menganggap dunia pada dasarnya adil, di mana individu biasanya mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Dalam konteks peradilan, kepercayaan ini dapat menyebabkan individu lebih mudah mengaitkan tanggung jawab kepada terdakwa, yang berpotensi memengaruhi persepsi mereka tentang rasa bersalah (Lerner dan Miller 1978 ).

Studi ini berfokus pada dimensi-dimensi ini karena relevansinya yang terbukti dalam memprediksi sikap dan persepsi hukuman terhadap keadilan dalam penelitian sebelumnya. Kerangka kerja alternatif, seperti teori landasan moral atau skala ideologi politik, dipertimbangkan tetapi tidak secara langsung selaras dengan fokus studi pada proses pengambilan keputusan hukum dan persepsi terdakwa. Ukuran yang dipilih memberikan dasar yang kuat untuk mengeksplorasi pengaruh ideologis dalam konteks khusus ini.

1.1 Desain Ruang Sidang dan Persepsi Terdakwa
Desain fisik ruang sidang berpotensi memengaruhi persepsi juri. Tempat duduk aman, yang secara fisik memisahkan terdakwa dari proses ruang sidang, adalah fitur yang sebagian besar diamati di wilayah hukum seperti Inggris dan Wales. Sebaliknya, banyak wilayah hukum, seperti Amerika Serikat, tidak menggunakan tempat duduk aman, lebih memilih terdakwa duduk di meja penasihat hukum selama proses persidangan. Perbedaan ini menggarisbawahi perlunya menyelidiki dampak khusus tempat duduk aman dalam konteks Inggris dan Wales, khususnya yang menyangkut persepsi juri dan praduga tak bersalah. Pilihan arsitektur ini menimbulkan pertanyaan penting tentang potensi dampak psikologisnya pada pengambilan keputusan juri. Penelitian menunjukkan bahwa isyarat lingkungan dapat secara signifikan memengaruhi persepsi individu. Penggunaan tempat duduk aman mungkin secara tidak sengaja mengomunikasikan praduga berbahaya atau bersalah, yang berpotensi merusak prinsip hukum dasar praduga tak bersalah (Rossner et al. 2017 ).

1.2 Penelitian Saat Ini
Studi terkini bertujuan untuk membandingkan kemungkinan bersalah dan persepsi hukuman antara juri yang melihat terdakwa di kursi aman dibandingkan mereka yang melihat terdakwa di meja pengacara. Kami berhipotesis kemungkinan bersalah yang lebih tinggi dan hukuman yang lebih berat dalam kondisi kursi aman dibandingkan dengan kondisi tanpa kursi, berdasarkan literatur yang menunjukkan kursi aman merusak praduga tidak bersalah terdakwa (Rosen 1966 ; Stumer 2010 ). Studi ini juga mengeksplorasi dampak sikap ideologis juri terhadap kemungkinan bersalah terdakwa, mengantisipasi kemungkinan bersalah yang lebih tinggi di antara mereka yang memiliki skor ideologis lebih tinggi, sebagaimana didukung oleh literatur (De keersmaecker dan Roets 2020 ; Sivasubramaniam et al. 2020 ). Lebih jauh, studi ini mengeksplorasi dampak sikap ideologis juri terhadap kemungkinan bersalah terdakwa, dibagi berdasarkan kondisi kursi. Kami meramalkan bahwa hubungan antara kemungkinan rasa bersalah dan skor sikap ideologis akan berbeda antara kondisi dermaga aman dan non-dermaga, seperti yang didukung oleh literatur sebelumnya (Davis 1984 ; Ho et al. 2020 ; Rossner et al. 2017 ; Wenzel et al. 2017 ).

2 Metode dan Hasil yang Dirangkum
2.1 Metode
Studi ini merekrut 556 peserta, berusia 18–81 tahun (usia rata-rata = 30,3 tahun, simpangan baku = 14,9 tahun), melalui pengambilan sampel secara praktis dan snowball, dengan persetujuan etis dari komite etik universitas yang memimpin. Survei daring, yang didistribusikan melalui Qualtrics, mencakup pengukuran untuk otoritarianisme sayap kanan, orientasi dominasi sosial, dan keyakinan pada dunia yang adil, serta tugas yang mengevaluasi putusan berdasarkan sketsa ruang sidang dan ringkasan kasus. Peserta menyelesaikan pengukuran standar ini untuk menilai sikap ideologis, yang menunjukkan keandalan internal yang kuat dalam sampel (alfa Cronbach ≥ 0,88).

Penelitian ini menggunakan desain antar-subjek dengan dua kondisi eksperimen: sketsa ruang sidang yang menggambarkan terdakwa di dermaga kaca yang aman atau duduk di meja bar dengan pengacara mereka. Ringkasan kasus menyajikan bukti yang ambigu, dan peserta menilai kemungkinan bersalah menggunakan skala Likert lima poin dan panjang hukuman yang direkomendasikan. Alokasi acak memastikan paparan yang seimbang terhadap kondisi, dan pemeriksaan perhatian mengurangi kebisingan dalam data. Analisis statistik, yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS dan JASP, termasuk uji- t sampel independen untuk membandingkan kemungkinan putusan dan persepsi hukuman antara kondisi, serta analisis regresi untuk mengeksplorasi pengaruh sikap ideologis. Untuk tujuan replikasi, versi metode yang diperluas disajikan dalam Lampiran A , sementara semua kedalaman dan visualisasi statistik disediakan dalam Lampiran B.

2.2 Perbedaan Kondisi Dermaga
Uji t sampel independen menguji perbedaan tingkat rasa bersalah dan hukuman antara kondisi dermaga. Peserta dalam kondisi dermaga aman memiliki tingkat rasa bersalah yang jauh lebih tinggi (rata-rata = 19,09, deviasi standar = 3,31) dibandingkan dengan mereka yang berada dalam kondisi non-dermaga (rata-rata = 18,45, deviasi standar = 3,75), t(554) = 2,136, p = 0,017. Namun, tidak ditemukan perbedaan signifikan secara statistik dalam persepsi peserta tentang panjang kalimat yang realistis atau panjang kalimat yang disarankan antara kedua kondisi tersebut.

2.3 Memprediksi Persepsi Bersalah Juri
Analisis korelasi meneliti hubungan antar variabel. Analisis regresi berganda mengungkapkan bahwa model tersebut secara signifikan memperhitungkan varians dalam tingkat rasa bersalah, yang menjelaskan 2,2% dari variabilitasnya.

2.4 Analisis Eksplorasi
Analisis mediasi paralel mengeksplorasi hubungan antara otoritarianisme sayap kanan dan tingkat rasa bersalah. Analisis mengungkapkan bahwa orientasi dominasi sosial dan keyakinan akan dunia yang adil secara signifikan memediasi hubungan ini. Sementara otoritarianisme sayap kanan tidak secara langsung memprediksi tingkat rasa bersalah, ia secara signifikan memprediksi kedua mediator, yang pada gilirannya memprediksi tingkat rasa bersalah.

3 Diskusi
3.1 Perbedaan Kondisi Dermaga
Analisis uji- t sampel independen mengungkapkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat rasa bersalah antara kondisi tempat penahanan yang aman dan kondisi tanpa tempat penahanan, dengan peserta dalam kondisi tempat penahanan yang aman memperoleh skor yang lebih tinggi pada tingkat rasa bersalah. Temuan ini sejalan dengan literatur sebelumnya yang menunjukkan bahwa tempat penahanan yang aman berpotensi merusak praduga tidak bersalah terdakwa (Rosen 1966 ; Stumer 2010 ). Namun, penelitian ini mengakui kompleksitas penafsiran hasil ini dalam konteks khusus sistem juri Inggris dan Wales. Seperti yang telah ditunjukkan Thomas ( 2010 ) melalui analisis empiris yang komprehensif, faktor kasus, khususnya sifat pelanggaran, paling prediktif terhadap putusan juri. Oleh karena itu, temuan kami harus ditafsirkan dengan hati-hati, dengan mengakui karakteristik unik pengambilan keputusan juri dalam yurisdiksi ini. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam persepsi lamanya hukuman antara kondisi tempat penahanan. Temuan yang tidak signifikan ini dapat dikaitkan dengan kesalahpahaman masyarakat yang lebih luas tentang kejahatan dan tanggapan hukum yang tepat (Byrne 2023 ). Selain itu, penting untuk dicatat bahwa dalam sistem hukum Inggris dan Wales, juri tidak memainkan peran dalam penjatuhan hukuman, sehingga semakin mempersulit penafsiran data persepsi hukuman.

3.2 Sikap Ideologis dan Persepsi Rasa Bersalah
Eksplorasi studi tentang sikap ideologis memerlukan kontekstualisasi yang cermat. Sementara penelitian sebelumnya menunjukkan pengaruh potensial dari sikap ideologis pada putusan juri (Sivasubramaniam et al. 2020 ), temuan kami mengungkapkan gambaran yang lebih bernuansa. Analisis regresi menunjukkan interaksi yang kompleks dari faktor-faktor psikologis. Hubungan positif yang signifikan muncul antara keyakinan pada dunia yang adil dan tingkat rasa bersalah, konsisten dengan literatur yang ada (De keersmaecker dan Roets 2020 ). Bersamaan dengan itu, hubungan negatif yang signifikan diamati antara orientasi dominasi sosial dan tingkat rasa bersalah. Khususnya, otoritarianisme sayap kanan tidak secara signifikan memprediksi tingkat rasa bersalah. Temuan kompleks ini menyoroti keterbatasan ukuran laporan diri, yang berpotensi dipengaruhi oleh kepatuhan dan bias moderasi (Kreitchmann et al. 2019 ). Hasil yang kontradiktif menggarisbawahi perlunya pendekatan yang lebih canggih untuk memahami pengambilan keputusan juri.

3.3 Kondisi Dermaga dan Sikap Ideologis
Ketika menganalisis data yang dibagi berdasarkan kondisi dermaga, temuan-temuan yang lebih bernuansa muncul. Dalam kondisi tanpa dermaga, keyakinan yang lebih tinggi pada dunia yang adil berkorelasi dengan tingkat rasa bersalah yang lebih tinggi, sementara orientasi dominasi sosial yang lebih rendah berkorelasi dengan tingkat rasa bersalah yang lebih tinggi. Otoritarianisme sayap kanan tidak secara signifikan memprediksi tingkat rasa bersalah dalam konteks ini. Sebaliknya, dalam kondisi dermaga yang aman, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara sikap ideologis dan tingkat rasa bersalah. Temuan-temuan ini secara tentatif menunjukkan bahwa keberadaan dermaga yang aman mungkin secara independen memengaruhi persepsi rasa bersalah, yang berpotensi menutupi dampak dari sikap ideologis individu.

3.4 Analisis Mediasi Eksploratori
Aspek baru dari penelitian kami adalah analisis mediasi eksploratif yang meneliti orientasi dominasi sosial dan keyakinan akan dunia yang adil sebagai mediator dalam hubungan antara otoritarianisme sayap kanan dan tingkat rasa bersalah. Keduanya muncul sebagai mediator yang signifikan, yang berpotensi menjelaskan perbedaan sebelumnya dalam literatur (Bray dan Noble 1978 ; Devine dan Caughlin 2014 ; Sivasubramaniam et al. 2020 ).

3.5 Implikasi yang Lebih Luas
Penelitian ini berkontribusi pada diskusi yang sedang berlangsung tentang desain ruang sidang dan potensi bias dalam proses hukum. Penelitian ini mendukung perspektif yang dipegang oleh beberapa hakim bahwa dok yang aman dapat menimbulkan bias yang tidak diinginkan (Rossner et al. 2017 ) dan menimbulkan pertanyaan penting tentang perlindungan praduga tak bersalah (Naughton 2011 ). Meskipun temuannya masih tentatif, temuan tersebut menunjukkan perlunya pertimbangan cermat terhadap desain ruang sidang dan potensi intervensi untuk mengurangi bias dalam pengambilan keputusan hukum.

4 Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti sifat rumit dari proses pengambilan keputusan juri. Dengan mengeksplorasi bagaimana desain ruang sidang dan sikap ideologis individu dapat memengaruhi persepsi, penelitian ini berkontribusi untuk memahami potensi bias dalam proses hukum. Temuan ini menekankan perlunya penelitian berkelanjutan dan intervensi yang cermat untuk mendorong hasil hukum yang adil dan setara. Para pembuat kebijakan peradilan harus mempertimbangkan implikasi ini, khususnya potensi tempat duduk aman untuk melemahkan praduga tak bersalah. Rekomendasi termasuk mengevaluasi ulang penggunaan tempat duduk aman di ruang sidang dan mengembangkan instruksi juri yang terstandarisasi untuk melawan kemungkinan bias. Penelitian di masa mendatang dapat mengeksplorasi kemanjuran intervensi ini dalam mengurangi bias sambil menjaga keamanan ruang sidang.

You May Also Like

About the Author: lilrawkersapp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *